بسم الله الرحمن
الرحيم
TAKHRIJ HADITS DENGAN
METODE AR-RAWI’ AL-A’ALA
Oleh: Maulana Yusuf
dan Hasan Ash-Shiddiq
Muqaddimah
Segala puji serta syukur hanyalah milik Allah, Yang
Mahaperkasa lagi maha mengetahui; yang maha mengampuni dosa dan menerima taubat;
yang keras hukuman-Nya; yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan yang berhak
disembah selain dia. Hanya kepada-Nyalah kembali semua makhluk. Shalawat
teriring salam buat Rasul tercinta, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam ,yang penuh perhatian terhadap umatnya; amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap keimanan dan keselamatan pengikutnya.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam melakukan takhrij
suatu hadis maka kita harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam
takhrij.Tekhnik pembukuan buku-buku hadis pada zaman ulama dahulu memang
beragam dan banyak sekali macamnya. Diantaranya ada yang secara tematik,
pengelompokan hadis berdasarkan tema-tema tertentu seperti kitab Al-Jami
Ash-Shahih li Al-Bukhari dan Sunan Abu Dawud. Diantaranya lagi ada yang
didasarkan pada nama perawi yang paling atas yakni para sahabat, seperti kitab
Musnad Ahmad Bin Hambal. Buku lain lagi didasarkan pada huruf permulaan matan
hadis diurutkan sesuai dengan alphabet arab seperti kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir
karya As-Syuyuthi dan lain-lain. Semua itu dilakukan oleh para ulama dalam
rangka memudahkan umat Islam untuk mengkajinya sesuai dengan kondisi yang ada.
Karena banyaknya teknik dalam pengkodifikasian buku
hadis, maka sangat diperlukan beberapa metode takhrij yang sesuai dengan teknik
buku hadits yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrij dalam arti
penelusuran hadis dari sumber hadis yaitu takhrij dengan kata (bi al lafzhi),
takhrij dengan tema (bi al-mawdu’), takhrij dengan permulaan matan (bi awwal
al-matan), takhrij dengan sanad pertama (bi ar-rawi al a’la) dan takhrij dengan
sifat (bi ash-shifah). Adapun didalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai
teknik atau metode mentakhrij hadits dengan sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la).
Pengertian
Metode Takhrij dengan Ar-Rawi Al-A’la[1]
Takhrij ini meneliti hadis dengan menelusuri sanad
pertama atau yang paling atas yakni para sahabat (muttasil isnad) atau tabi’in
(dalam hadis mursal). Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama sahabat
yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya
hadits:
1. Al-Masanid
(Musnad-Musnad): dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama
sahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut didalam
kitab al-masanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan
musnad tersebut.
2. Al-Ma’ajim
(Mu’jam-Mu’jam): susunan hadits didalamnya berdasarkan urutan musnad para
sahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus
(hijaiyah). Dengan mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
3. Kitab-Kitab
Al-Athraf: kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad
para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seseorang
peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber
yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil
hadits secara lengkap.
Kelebihan
Metode Takhrij dengan Ar-Rawi al-A’la
Kelebihan dari metode ini yaitu memberikan informasi
kedekatan pembaca dengan pen-takhrij hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode
lainnya yang hanya memberikan informasi kedekatan pen-takhrijnya tanpa
kitabnya.[2]
Kekurangan
Metode Takhrij dengan Ar-Rawi al-A’la
Sedangkan kekurangan metode ini yaitu, kesulitan yang
dihadapi jika seorang peneliti tidak ingat atau tidak tahu nama sahabat atau
tabi’in yang meriwatyatkannya, disampingnya campurnya berbagai masalah dalam
satu bab dan terfokus pada satu masalah.[3]
Penerapan
Metode Takhrij Hadits Dengan Rawi Al-A’la
Dalam penerapan
metode takhrij hadits dengan ar-rawi al-a’la ini, kami mencoba mentakhrij
sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Sa’d bin Abi Waqash dengan matan
hadits kurang lebih:
لأن يمتلئ جوف أحدكم قيحا حتّى يريه خير من أن يمتلئ شعرا.
“Jika rongga
mulut salah seorang dari kalian dipenuhi oleh muntah hingga dia menelannya,
(maka itu) lebih baik baginya dari pada dipenuhi oleh syair.”
Kitab yang kami pakai
ialah Musnad Ahmad bin Hanbal.
Sekilas
profil Kitab Musnad Imam Ahmad[4]
Sehubungan dengan yang menjadi objek penelitian kami
tentang takhrij hadits dengan metode ar-rawi al-a’la ialah kitab musnad imam
ahmad, maka disini kami akan memberikan sekilas gambaran tentang kitab musnad
imam ahmad khususnya jilid 2.
Musnad adalah kitab yang berisi kumpulan hadits
yang tidak diurut berdasarkan urutan bab-bab fiqih namun
dikelompokkan/diurutkan menurut setiap Shohabat rodliallohu anhum , baik
hadits shahih, hasan atu dhaif. Urutan nama-nama para Shohabat didalam musnad
kadang berdasarkan huruf hijaiyah atau alfabet sebagaimana dilakukan oleh ulama
dan ini yang paling mudah, kadng juga berdasarkan pada kabilah dan suku, atau
berdasarkan yang paling dahulu masuk Islam, atau berdasrkan negara (asal).
Kitab hadits yang berbentuk musnad cukup banyak. Al
Killani dalam kitabnya Ar Risalah Al Musthatharafah menyebutkan jumlahnya
sebanyak 82 Musnad, diatara yang paling terkenal yaitu : Musnad karya Imam Abu
Daud, Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad karya Imam Abu bakar Al
Humaidi, Musnad karya Imam Abu Ya'la -rahimakumullah- . Kitab ini adalah
terjemahan Kitab Musnad Imam Ahmad yang telah ditakhrij oleh Syaikh Al Muhadits
Ahmad bin Muhammad Syakir -rahimahullah- .
Dalam
jilid kedua ini, tercakup hadits-hadits dari shahabat :
- Musnad Abu Muhammad
Thalhah bin Ubaidah
- Musnad Zubair bin Awwam
- Musnad Abu Ishaq Sa'ad bin Abi Waqosh
- Musnad Said bin Zaid bin Amirbin Nufail
- Hadits Abdurrahman Auf Az Zuhri
- Hadits Abu Ubaidah bin Jarrah
- Hadits Zaid bin Kharijah
- Hadits Al harits bin Hadits Sa'd, budak Abu bakar
- Musnad Ahlul bait, Hadits-hadits Hasan bin Ali bin Abi Thalib
- Hadits Husain bin Ali
- Hadits Aqil bin Abi Thalib
- hadits Ja'far bin Abi Thalib
- hadits Abdulloh bin Ja'far bin Abi Thalib
- Musnad Bani Hasyim, hadits-hadits Abbas bin Abdul Muthalib dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
- Musnad Fadhl bin Abbas
- Hadits Tammam bin Abbas bin Abdul Muthalib dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
- Musnad Abdulloh bin Abbas bin Abdul Mutahlib
- Musnad Zubair bin Awwam
- Musnad Abu Ishaq Sa'ad bin Abi Waqosh
- Musnad Said bin Zaid bin Amirbin Nufail
- Hadits Abdurrahman Auf Az Zuhri
- Hadits Abu Ubaidah bin Jarrah
- Hadits Zaid bin Kharijah
- Hadits Al harits bin Hadits Sa'd, budak Abu bakar
- Musnad Ahlul bait, Hadits-hadits Hasan bin Ali bin Abi Thalib
- Hadits Husain bin Ali
- Hadits Aqil bin Abi Thalib
- hadits Ja'far bin Abi Thalib
- hadits Abdulloh bin Ja'far bin Abi Thalib
- Musnad Bani Hasyim, hadits-hadits Abbas bin Abdul Muthalib dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
- Musnad Fadhl bin Abbas
- Hadits Tammam bin Abbas bin Abdul Muthalib dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
- Musnad Abdulloh bin Abbas bin Abdul Mutahlib
Sekilas
tentang biografi Imam Ahmad Bin Muhammad bin Hanbal[5]
Imam Ahmad bin Hanbal, (Kunyah beliau Abu
Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al
Marwazi Al Baghdadi., Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam
Hambali) lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afghanistan dan utara Iran)
pada tanggal 20 of Rabiul Awal 164 A.H. (781 M)[1] dan wafat pada
tahun 241 Hijrah di kota Baghdad, Irak.
Awal
mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an
hingga beliau hafal pada usia 15 tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan
sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu
beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula.
Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini
beliau pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan
negara-negara lainnya sehingga beliau akhirnya menjadi tokoh ulama yang
bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah
sudah belau hafal di luar kepala. Belaiu menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan
tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut :
"Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada
orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang
lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal"
Abdur Rozzaq Bin Hammam yang
juga salah seorang guru beliau pernah berkata,
"Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan
se-wara' Ahmad Bin Hanbal"[2]
Keadaan fisik beliau
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah
melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga
tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau
senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang
lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”
Keluarga beliau
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan
keberkahan yang melimpah. Beliau melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang
shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya
sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
Kecerdasan beliau
Putranya yang bernama
Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya
berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah
kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu
mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang
sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah
ditanya, “Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau
Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau menjawab, “Ahmad”. Beliau masih ditanya,
“Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab, “Saya mendapati di bagian depan
kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi
tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan,
“Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
Pujian Ulama terhadap
beliau
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang
sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak
berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut
orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang
indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan
wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta
menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan
hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al
Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam
dalam Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan
orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Masa Fitnah
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada
masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah
mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al
Qur’an adalah makhluq.Namun dia terus bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid,
baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia
kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah
berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara
ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun
memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama
para ulamanya. Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia
selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan
mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi
cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan
banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang
dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang
membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat
dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian
menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi
Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari
agamanya”. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli
dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan
yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat
seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami
saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat
dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak
emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah
ilmunya. Beliau mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah
mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh
seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran
maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka
hatiku bertambah kuat”.
Ahli hadits sekaligus
juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang
sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih,
tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam
Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak
diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau
dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam
zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan
beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang
bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui
Guru-guru
Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama,
jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri,
seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara
mereka adalah:
9. Abdurrazaq
Murid-murid
Beliau
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad
bin Hambal, dan belajar kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang
paling menonjol adalah:
1. Imam Bukhari
2. Muslim
3. Abu Daud
4. Nasai
5. Tirmidzi
6. Ibnu Majah
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling
menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi
mengatakan, “Kitab ini hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
4. Kitab at-Tarikh
5. Kitab Hadits Syu'bah
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi
al-Qur`an
7. Kitab Jawabah al-Qur`an
8. Kitab al-Manasik al-Kabir
9. Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut Imam Nadim,
kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul
9. Kitab al-Fara'idh
10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Dalam praktek yang kami lakukan ketika mentakhrij
hadits dari Sa’d bin Abi Waqash tersebut ialah. Dengan mencari nama
sahabat tersebut yakni Sa’d bin Abi Waqash pada daftar isi di kitab sunan Imam
Ahmad. Setelah menemukan nama sahabat tersebut, kami langsung merujuk ke
halaman yang dituju dan mencari matan hadits yang dimaksud tersebut. Yang pada
akhirnya hadits tersebut terdapat didalam kitab musnad Imam Ahmad dengan nomor
hadits 1506 dan 1507 dengan redaksi hadits lengkap
sebagai berikut,
1507حدّثنا حسن حدّثنا
حمّاد بن سلمة عن قتادة عن عمر بن سعد بن مالك عن سعد عن رسول الله صلي الله عليه
وسلّم قال: لأن يمتلئ جوف أحدكم قيحا حتّى يريه خير من أن يمتلئ شعرا.
1507 Hasan
menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari
Qatadah dari Umar bin Sa’d bin Malik dari Sa’d dari Rasulullah SAW, bahwa
beliau bersabda, “Jika rongga mulut salah seorang dari kalian dipenuhi
oleh muntah hingga dia menelannya, (maka itu) lebih baik baginya dari pada
dipenuhi oleh syair.”[6]
Penutup
Demikianlah pembahasan dari kami mengenai takhrij
hadits dengan metode Ar-Rawi al-A’la (sahabat). Yang mana dengan metode takhrij
tersebut memiliki kelebihan yaitu memberikan informasi kedekatan pembaca
dengan pen-takhrij hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode lainnya yang hanya
memberikan informasi kedekatan pen-takhrijnya tanpa kitabnya. Adapun
kekurangan metode ini yaitu, kesulitan yang dihadapi jika seorang peneliti tidak
ingat atau tidak tahu nama sahabat atau tabi’in yang meriwatyatkannya,
disampingnya campurnya berbagai masalah dalam satu bab dan terfokus pada satu
masalah. Semoga apa yang kami sampaikan pada kali ini dapat bermanfaat, Insya
Allah.
Daftra Pustaka
Al-Qathan,
Manna, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2008
bin Muhammad bin
Hanbal, Ahmad, Musnad Imam Ahmad, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007
http://www.wikipedia.com
[1] Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu
Hadits, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008, Cet. III, hal. 191
[6] Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad
Imam Ahmad, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, Cet. I, Jilid. II, hal. 448
1 comment:
Apabila ada kesalahan baik dalam teori maupun dalam tulisan mohon langsung di komen nya....
Post a Comment