INOVASI
KURIKULUM DAN
PEMBELAJARAN
A.
Pengertian
inovasi
Inovasi
dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari
bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda
atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu
bias benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut
denan invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah
ada dalam konteks social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah
discovery. Proses invention, misalkan penerapan metode atau pendekatan
pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan di mana pun untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kita dapat mendesain pembelajaran
melalui Hand Phone yang selama ini belum ada, sedangkan proses discovery,
misalkan pemggunaan model
pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA di Indonesia untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model
pembelajaran tersebut sudah dilaksanakan di negara-negara lain, atau
pembelajaran melalui jaringan internet. Jadi dengan demikian inovasi itu dapat
terjadi melalui proses invention atau melalui proses discovery.
Merujuk
kepada penjelasan diatas, maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat
diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam
bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah
pendidikan.
Dalam bidang
pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak tertentu
tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan, keresahan guru tentang
pelaksanaan proses belajar mengajar yang dianggapnya kurang berhasil keresahan
pihak administrator pendidikan tentang kinerja guru atau mungkin keresahan
masyarakat terhadap kinerja dan hasil bahkan sistem pendidikan.
Keresahan-keresahan itu pada akhirnya membentuk permasalahan-permasalahan yang
menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk memecahkan masalah itulah muncul
gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan demikian, maka dapat kita
katakan bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang dirasakan, hampir
tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanya masalah yang dirasakan.
B.
Masalah
pendidikan sebagai sumber inovasi
Ada beberapa
masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya
otonomi daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999,
permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks.
Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah efektivitas
dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.
1. Masalah
relevansi pendidikan
Maka yang dimaksud dengan tuntutan dan
harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara
pelaksanaan dan hasil pendidikan deengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga sisi: pertama,
relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan
disekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat tempat
siswa tinggal. Selama ini kurikulum kita dianggap kurang menyentuh kebutuhan
dan keasaan atau kondisi lingkungan siswa. Oleh karena itu, penerapan kurikulum
muatan local merupakan sesuatu inovasi dalam kbidang pendidikan untuk
memecahkan masalah tersebut. Melalui kurikulum muatan likal, diharapkan apa
yang diberikan di sekolah akan menjadi relevan dengan kebutuhjab dan tuntutan
ligkungan hidup siswa.
Kedua, relecansi pendidikan dengan
tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa ekarang maupun masa yang akan dating.
Relevansi ini mengandung pengertian bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab
kebutuhan siswa pada masa yang akan dating. Pendidikan bukan hanya berfungsi
untuk mengawetkan kebudayaan masa lalu, akan tetapi juga utuk mempersiapkan
siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Oleh karena
itu, apa yang diberikan di sekolah harus teruji, bahwa semua itu memiliki nilai
guana untuk kehidupan siswa di masa yang akan dating.
Ketiga, relevansi pendidikan dengan
tuntutan dunia kerja. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa sekolah
memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik yang memiliki
keterampilah dan kemampuan sesuat dengan tuntutan dunia kerja. Seperti yang
telah disinggunga dalam bagian terdahulu, bahwa salah satu asas pengembangan
kurikulum adalah asas sosiologis yang mengandung makna, bahwa kurikulum harus
memerhatikan tuntutan dan kebutuhanmasyarakat termasuk tuntutan dunia kerja.
Pendidikan berfungsi untuk mendidik manusia yang produktif, yang mamppppppu
bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pada saat ini seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi begitu banyak bidang-bidang keterampilan yang
harus dimiliki anak didik. Dan pada keyataaya salah satu kritikan yang muncul
kepermukaan dewasa ini adalah bahwa pendidikan kita dianggap masih sangat lemah
dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan dunia kerja.
Untuk menjawab masalh ini, inovasi pendidikan
telah banyak di lakukan. Misalnya, penerapan siseem ganda untuk sekolah-sekolah
kejuruan. Melalui system ini siswa tidak hanya dibekali dengan teori-teori akan
tetapi dalam kurun waktu tertentu, mereka diharuskan melakukan magang di
berbagai tempat seperti pusat-pusat industry yang akan menyerap mereka sebagai
tenaga kerja. Dengan system ini deharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka
sudah paham apa yang harus dikerjakan.
2. Masalah
kualitas pendidikan
Selain masalah relevansi, maka rendahnya
kualitas pendidikan jug dianggap sebagai suatu masalh yang dihadapi dunia
pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya kualitas pendidikan ini dapat dilihat
dari dua sisi. Pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil.
Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari
sisi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibanyun
oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau
bertumpu pada megembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu
mengembangkan kreativitas berpikir proses pendidian atau proses belajar
mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi
dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Komunikasiterjadi satu arah,
yaitu dari guru ke siswa melalui pendikatan ekspositori yang dijadikan sebagai
alat utama dalam proses pembelajaran.
Dari sisi hasil, rendahnya kualitas
pendidikan dapat dilihat dari tidak meretanya setiap sekolah dalam mencapai
rata-rata Nilai Ujian Nasional. Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata UN
yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh dibawah
standar.
Beberapa usaha yang dilakukan untuk
memecahkan masalh tersebut diantaranya dingan meningkatkan kualitas guru dan
perbaikan kurikulum, seta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih
lengkap dan dinggap memadai. Peningkatan kualitas atau mutu guru, di antaranya
dengan meningkatkan latar belakang akademis mereka melalui pemberian kesempatan
untuk mengikuti program-program pendidikan, serta memberikan
penataran-penataran dan pelatihan-pelatihan. Untuk guru SD, SMP, dan SMA
misalkan, mereka diharuskan berlatar belakang akademisi S1.
Perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya
membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lingkungan
masyarakat likal, akan tetapi juga inovasi pelaksanaan proses pembelajaran
dengan memperkenalkan penggunaan pendekatan Cara Belajar Siawa Aktif (CBSA),
pendekatan keterampilan proses, Contekstual Teaching and Learning dan lain
sebagainya.
3. Masalah
efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas berhubungan dengan tingkat
keberhasilan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain
oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skla yang
sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih
luas, seperti tujuan kurikuler, tujua institusional dan bahkan tujuan nasional.
Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu program
pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi manakala
program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Misalkan, untuk
mencapai tujuan tertentu, guru memprogramkan 3 bentuk kegiatan belajart
mengajar. Manakala berdasarkan hasil evaluasi setelah dilaksanakan program
kegiatan belajar mengajar itu, tujuan pembelajaran telah dicvapai oleh seluruh
siswa, maka dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas yang tinggi.
Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses belajar menajar, siswa
belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan , maka dapat dikatakan bahwa
program tersebut tidak efektif.
Dengan cara yang sama, dapat dilakukan untuk
melihat efektivitas program pendidikan dalam upaya mencapai tujuan yang lebih
luas, misalkan tujuan institusional. Untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan
(institusi) tertentu diberikan sejumlah program pendidikan baik program interakulikuler
maupun program ekstrakurikuler. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap
lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan diketahui bahwa setiap lulusan
memiliki kebmampuan sesuai dengan tujuan lembaga itu, maka program pendidikan
yang dilaksanakan dianggap efektif; dan sebaliknya manakala lulusan tidak
mencerminkan kemampuan yang diharapkan, maka program pendidikan yang
diselengggarakan oleh lembaga yang bersangkutan dianggap kurang efektif.
Efisiensi berhubungan dengan jumlah biaya,
waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,
sesuatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi,
manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat menghasilkan atau dapat
mencapai tujuan yang maksimal. Sebaiknya, program dikatakan tidak efesien
apaila biaya dan tenaga yang dikeluarkan sangat besar, akan tetapi hasil yang
diperoleh kecil. Sehubungan dengan masalah efisiensi ini, sebaiknya setiap guru
membuat program yang benar-benar dapat menunjang kertercapaian tujuan pembelajaran.
Sekolah dan guru harus menghindari program-program kegiatan yang banyak
memerlukan biaya, waktu dan tenaga, padahal kegiatan tersebut tidak atau krang
mendukung terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
4. Masalah daya
tampung yang terbatas.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan
kita adalah masalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat
SLTP. Masalah ini muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan SD inpres, yang
mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah
untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung para lulusan SD yang hendak
melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan program inpres ini juga membawa
dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat lulusan SD yang hendak
melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, social, ekonomi mereka yang
kurang mendukung, misalkan karena tempat tinggal mereka yang jauh berada di
pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemaampuan social ekonomi mereka
yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah memerlukan
langkah-langkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat menyediakan kesempatan
belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa mengurangi
mutu pendidikan.
C.
Difusi dan
keputusan inovasi
Difusi
adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk
inovasi antara warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan
menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Ada dua
bentuk system difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi.
Difusi sentralisasi adalah difusi yang bersifat memusat. Artinya segala bentuk
keputusan tentang komunikasi inovasi ditentukan oleh orang- orang yang
merumuskan bentuk inovasi. Misalnya, kapan inovasi itu disebarluaskan,
bagaimana caranya, siapa yang terlubat unutk menyebarkan informasi inovasi,
bagaimana mengontrol penyebaran itu, seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan
perumus perubahan secara spontan. Sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi
proses penyebaran itu seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan
secara spontan, sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi proses penyebaran
informasi inovasi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam proses difusi
desentralisasi keberhasilan difusi tudak ditentukan oleh orang-orang yang
merumuskan inovasi akan tetapi sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri
sebagai penggagas dan pelaksana difusi.
Proses
difusi diarahkan agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh karena
itu, agar terjadi proses difusi yang efektf perlu direncanakan. Proses
perencanaan difusi dinamakan diseminasi. Dengan kata lain deseminasi
dapat diartikan sebagai proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan
dan dikelola secara baik, dengan demikian, keberhasilan suatu penyebaraninovasi
sangat terbantung kepada prosses diseminasi.
Bagaimana
agar terjadi proses difusi sehingga inovasi itu mudah diterima oleh anggota
masyarakat atau sasaran inovasi? Hal ii tergantung beberapa factor di
antaranya:
1. Faktor
pembiayaan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dileluarkan untuk suatu
inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat sasaran,
walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya
yang dikeluarkan. Misalnya, mengapa PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan)
sebagai suatau bentuk inovasi penyelenggaraan system pendidikan tidak
dilanjutkan? Hal ini mungkin bukan karena ketidakberhasilan sestem pendidikan
etu, akan tetepi terlalu mahalnya embiayaan yang harus dikeluarkan dibandingkan
dengan persekolahan biasa.
2. Risiko yang
muncul sebagai akobat pelaksanaan inovasi. Inovasi akan mudah diterima manakala
memiliki efek samping yang sangat kecil, baik yang berkaitan dengan polotok
maupun keamanan dan keselamatan penerimanya. Suatu inovasi tidak akan mudah dan
dapat di ertima apabila memiliki risiko yang tinggi.
3. Kompleksitas.
Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat sasaran maknakala bersifat
sederhana dan mudah dikomunikasikan. Semakin rumit bentuk inivasi itru, maka
akan semakin sulit juga untuk diterima.
4. Kompabilitas.
Artinya, mudah atau sulutnya suatu invasi diterima oleh masyrakat sasaran
ditentukan juga oleh kesesuaianya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan, dan
keyakinan masyarakat pemakai. Suatu bentuk inivasi akan sulit diterima
manalkala tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai atau sulit dipahami karena
tidak sesuai dengan tingkat pemgetahuan mereka.
5. Tingkat
keandalan. Suatu bentuk inovasi akan mudah diterima manakala diketahui tingkat
keandalannya. Untuk mengetahui tingkat keandalannya itu bentuk inovasi terlebih
dahulu harus diujivobakan secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Tanpaa keandalan yang pasti, orang akan ragu untuk mengadopsinya.
6. Keterlibatan.
Bentuk inovasi yag dalam proses penyusunannya melibatkan kelompok masyarakat
sasran, akan mudah diterima. Misalkan untuk pembaruan dalam system
pembelajaran, proses penyusunan inovasi melibatkan PGRI sebagai organisasi guru
atau melibatkan perwakolan guru-guru tertentu yang dianggap berpengalaman.
7. Kualitas
penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan untuk diketahui dan dipahami oleh
masyarakat sasaran. Dalam proses sosilisai itu perlu dirancang sedeminian rupa
sehingga mudah dipahami. Salah satu
factor yang menentukan dalam proses sosialisasi adalah factor kualitas penyluh.
Kualitas penyuluh ditentukan bukan hanya oleh kemampuan penyuluhnya saja, akan
tetapi tingkat keahlian yang bersangkutan. Proses penyuluhan yang dilakukan
oleh seseorang yang dianggap kurang berpengalaman, akan sulit meyakinkan
madsyarakat sasaran.
Faktor-faktor
diatas, sangat mempengaruhi keberhasilan penyebaran dan penerimaan inovasi
pendidikan. Oleh karena itu factor-faktor tersebut dapat juga dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam perumusan berbagai bentuk inovasi pendidikan.
Selanjutnya,
bagaimana keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi. Ibrahim
(1988) menyatakan ada tiga tipe keputusan penerimaan inovasi, yaitu keputusan
inovasi opsional, kolektif keputusan otoritas. Keputusan opsional adalah
keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa adanya pengaruh
dari orang lain. Jadi dengan demikian, dalam keputusan opsional yang berperan
untuk menolah atau menerima inovasi adalah individu itu sendiri.
Keputusan
inovasi kolektif adalah keputusan yang didasarkan oleh kesepakatan bersama dari
setiap kelompok masyarakat. Setiap anggota kelompok harus menaati untuk
menerima atau menolak inovasi sesuai dengan keputusan kelimpok walaupun
keputusan itu mungkin kurang sesuai dengan pendapatnya.
Keputusan
inovasi otritas, adalah keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi
ditentukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kewenangan dan pengaruh
terhadap anggota kelompok masyarakatnya. Anggota kelompok masyarakat sama
sekali tidak memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak. Mereka hanya
memiliki kewajiban untuk melaksanakan segala keputusan secara otoritas.
Misalkan, kalau kepala dinas pendidikan mengharuskan semua guru untuk
menerapkan metode SAS dalam pembelajaran bahasa, maka setiap guru harus
melaksanakannya, walaupun mungkin ada guru yang menganggap metode tersebut
kurang pas.
D.
Ciri-cir
inovasi.
Seperti yang
telah di bahas sebelumnya, inovasi termasuk inovasi pendidian merupakan
pemikiran cemerlang yang bercirikan hal varu ataupun berupa praktik-praktik
tertentu ataupun berupa produk daru suatu hasil olah-pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui
tahapan tertentu. Yang diyakoni dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang
timbul dan memberbaiki suatu keadaan tertentu ataupun proses komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakansaluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu
di antara angggota system social masyarakat. Dengan demikian difusi inovasi
pendidikan adalah suatu proses untuk mengkomunikasikan suatu inovasi saluran
komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu.
Dalam
prosesnya, difusi inovasi pendidijkan tidak serta merta gampang dilaksanakan.
Persoalannya, seolah ada pemisah antara hal-hal yang diketahui sebagaiproduk
inovasi, dengankemungkinan diadopsi atau tidaknya suatu inovasi dilapangan.
Oleh sibab itu, dalam proses difusi inovasi dibutuhkan waktu yang cukup lama,
bulanan atau bahkan tahunan, untuk menjadikan produk inovasi dapat diadopsi
oleh seseorang atau kelompok masyarakat. Dalam kaitannya dengan proses difusi
inovasi itu, Roger mengemukakan ada empat cirri penting yang mempengaruhi
difusi inovasi, termasuk inovasi pendidikan, yaitu: 1). Esendi inovasi itu
sendiri; 2). Saluran komunikasi; 3). Waktu dan proses penerimaan; 4). System social
E.
Prosedur
Pengembangan Kurikulum Berbasis Keterpaduan
Sekarang ini
ada kecenderungan guru mengemas pengalaman belajar siswa terkotak-kotak dengan
tegas antara bidang studi satu dengan bidang studi lainnya, kurikulum yang
memisahkan penyajian mata-mata pelajaran secara tegas hanya akan membuat
kesulitan bagi siswa, karena pemisahan seperti itu akan memberikan pengalaman
belajar yang bersifat artifisial. Sementara di jenjang sekolah dasar khususnya
siswa pada kelas-kelas awal lebih menghayati pengalamannya secara totalitas,
hal ini akan mengundang kesulitan belajar dengan pemilahan-pemilahan pengalaman
secara artifisial tersebut.
Sesuai
dengan teori Gestalt yang mengedepankan pengetahuan yang dimiliki siswa dimulai
dari keseluruhan baru menuju bagian-bagian. Siswa pada jenjang sekolah dasar
paling dominan menghayati pengalamannya masih berfikir secara keseluruhan,
mereka masih sulit menghadapi pemilihan yang artifisial(terpisah-pisah). Ini
berarti siswa kelas rendah di sekolah dasar itu melihat dirinya sebagai pusat
lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya
dengan pemaknaan secara holistik yang bertitik tolak dari yang bersifat
konkrit. Melalui pemikiran tersebut, maka kurikulum terpadu yang berangkat dari
bentuk rencana umum dan dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran unit (unit teaching).
Rencana umum yang dimaksudkan adalah organisasi kurikulum yang berpusat pada
bidang masalah, idea, core atau thema tertentu yang dapat digunakan untuk
melaksanakan suatu pengajaran unit. Dengan perkataan lain, resource unit adalah
unitunit yang telah siap dibuat dan disusun secara umum, lengkap dan luas serta
merupakan reservoir bagi pengembangan pembelajaran unit.
1.
Tujuan sumber unit
Tujuan pendidikan dan pembelajaran unit antara
lain:
1)
Menyediakan sumber-sumber yang dapat
digunakan dalam merencanakan sesuatu unit dan berisi saran-saran,
petunjuk-petunjuk tentang kegiatan-kegiatan siswa, baik secara perorangan
maupun secara kolektif.
2)
Memberikan bimbingan atau petunjuk dalam
menentukan lingkup masalah atau syarat-syarat tentang tingkat tujuan yang
hendak dicapai.
3)
Memuat hal-hal yang dapat dijadikan petunjuk
dan bantuan mengajar secara teratur dan tersusun agar lebih efektif.
4)
Memuat saran tentang penilaian.
5)
Menunjukkan bermacam-macam pengalaman
tertentu yang dapat dipergunakan guru dan mengembangkan satuan pengajaran.
2.
Kriteria
penyusunan rencana umum
1)
Rencana umum bernilai atau dapat digunakan di
dalam banyak situasi dan bersifat fleksibel, baik isi maupun prosedur-prosedur
mengajar dan belajar.
2)
Rencana umum dikembangkan oleh kelompok guru
dan bukan hanya oleh seorang guru saja.
3)
Cara yang paling efektif adalah apabila rencana
tersebut dilaksanakan oleh kelompok guru yang telah mempersiapkannya.
4)
Rencana umum disusun sedemikian rupa agar mudah
dilakukan dan diubah sesuai dengan kondisi dan fasilitas yang tersedia.
5)
Program ini menyediakan cukup persiapan
fasilitas, waktu bagi peserta pelayanan dan ketatausahaan
3.
Organisasi dan isi rencana umum
1)
Filsafat dan tujuan sekolah seharusnya
betul-betul dipahami oleh guru yang menyusun guru unit ini dan dirumuskan
secara jelas.
2)
Tujuan rencana tersebut seharusnya memberikan
sumbangan yang bermakna bagi pencapaian tujuan sekolah dan memberikan arah bagi
pengembangan pembelajaran.
3)
Ruang lingkup resource unit berisikan suatu
perumusan scope yang jelas seperti pembatasan istilah yang digunakan, untuk
tingkatan kelas mana unit itu dipersiapkan dan referensi yang membantu guru
terhadap daerah permasalahan.
4)
Kegiatan yang disarankan meliputi sejumlah
kegiatan belajar bagi individu dan kelompok dipilih secara diorganisir agar
dapat dipergunakan secara efektif.
5)
Rencanakan secara lengkap buku-buku sumber dan
alat bantu yang akan digunakan.
6)
Prosedur evaluasi dan alat-alatnya dipilih
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dan menjadi bagian integral dari
rencana umum.
7)
Penglaman dalam suatu unitkerap kali membantu
guru dalam perencanaan unit-unit selanjutnya. Sesuatu rencana umum berisi
banyak kemungkinan yang mendorong penyelidikan dan belajar hal-hal yang baru
diketahui.
8)
Diperlukan diskusi tentang berbagai rencana
umum dalam rangka perencanaan secara kooperatif. Rencana tersebut berisikan
saran-saran bagi guru tentang cara-cara yangdapat dilakukan dalam pelaksanaan
pengajaran unit.
F.
Hambatan-hambatan
inovasi
Suatu
pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini desebabkan
oleh adanya berbagai hambatan yang
muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang tidak memadai,
hambatan social cultural dan lain sebagainya. Berbagai hambatan tersebut tentu
saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada
6 faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi. Keenam factor tersebut
dijelaskan dibawah ini.
1. Estimasi
yang tidak tepat
Sering
terjadi kegagalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau
kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul.
Factor
estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu factor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhadilan inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang
teptnya estimasi ini di antaranya mencakup kurang adanya pertimbangan
implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antarangggota team
pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ingin dicapai,
tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal
pengambilan keputusan dan kebijakan yang dianggap perlu. Disamping itu, dalam
proses perencanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar,
misalnya adanya tekanan dari pihak tertentu (seperti pemerintah) utntuk
mempercepat hasil inovasi.
Untuk
mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi
perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai
pihak yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu
direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing.
2. Konflik
dan motivasi
Konflik
biasa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalny ada pertentangan antara
anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya pertentangan antara anggota
tim inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat
akan tetapi mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,
para perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di
samping konflik, factor yang dapat menghambat bias juga ditambah oleh motivasi,
misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru
memegang kunci, adanya pandangan yang sembit dari beberapa orang yang dianggap
penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap
yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.
3. Inovasi
tidak berkembang.
Hambatan
lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabakan kurang
berkembannya proses inovasi itu sendiri. Beberapa factor yang dapat memengaruhi
diantaranya, pendapat yang rendah, factor yang dapat memengaruhi di antaranya,
pendapat yang rendah, factor geografis, seperti tidak memahami kkondisi alam.,
letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi
sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan financial, kerangnya sarana
komuikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.
4. Masalam
financial
Keberhasilan
pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersidia. Sering
terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa factor
yang dapat menyebabkan maslah financial ni di antaranya, bantuan dana yang
sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi
ekonomi masyarakat secara keseluruhan, menundaan bantuan dana.
5. Penolakan
dari kelompok penenu
Ketidakberhasilan
inovasi dapat juga ditentukan oleh khususnya kelompok masyarakat yang
menentukan seperti golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu system social,
manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka
proses inovasi akan mengalami ganjalan.
Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok social yang tradisional dan
konservatif. Kelompok social yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil
yang telah diapai, bagaimanapun hasil itu dirasakn sangat minimal. Untuk itulah
dalam upaya keberhasiklan inovasi perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi
dengan berbagai pihak.
6. Kurang
adanya hubungan social
Factor
lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan
social yang baik antara berbagai pihak khususnya bantar anggota team, sehingga
terjadi ketidak harmonisan dalam bekerj. Dengan demikian, adanya hubungan yang baik harus diciptakan dengan melakukan
pertukaran pikiran secara kontinu antara sesame anggota team.
G.
Berbagai
jenis inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran.
Sebagai
usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah terus-menerus
malakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa
pembaruan (inovasi) yang telah dilakukan dikemukakan di bawah ini.
1. Pemberlakuan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
Sejak lama bahkan sejak kemerdekaan repblik
Indonesia ini, kurikulum di Indonesia disusun secara terpusat. Sekolah kurang
bahkan tidak diberi ruang yang ukup untuk mengembangkan kurikulum sendiri.
Sekolah dan tentu saja guru hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang
seluruhnya di atur oleh pusat, mullah isi pelajaran, system penilaian bahkan
waktu pemberian materi pelajaran kepada siswa melalui bentuk kurikulum yang
bersifat matriks. Baru sejak tahun 2006, terjadi perubahan kebijakan pemerintah
mengenai kurikulum seiring dengan diberlakukannya undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang system pendidikan nasional. Kurikulum tidak lagi sepenuhnya diatur
oleh pusat, akan tetapi ditentukan oleh daerah masing-masing melalui kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar
nasional pendidikan (BSNP). Dilihat dari adanya perubahan system manajemen
kurikulum itulah, maka dapat kita katakana bahwa pemberlakuan KTSP merupakan
salah satu bentuk inovasi kurikulum yang ada di Indonesia. Tidak demikian
dengan KTSP sebagai kurikulum operasioanal, disusun dan dikembangkan oleh sekolah seauai dengan
kondisi daerah.
Makakala kita analisis konsep di atas, maka
ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional. Pertama,
sebagai kurikulum yang bersifat operasional. Maka dalam pengembangannya,
KTSP tidak akan lepas dari ketetapaan-ketetapai yang telah disusun pemerintah
sevara nasional. Artinya walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan
kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan
operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rukukan pengebmbangannya itu
sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta
jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri serta jumlah jam pelajaranya, isi dari setiap mata
pelajaran itu sendiri sert kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata
pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tukuan
pendidikan nasional. Daerah dalam menentukan isi pelajaran terbatas pada pengambangan
kurikulum muatan lolkal, yakni kurikulum yang memiliki kekhasan sesuai dengan
kebutuhan daerah, serta aspek pengembangan diri yang sesuai dengan minat siswa.
Jumlah jam pelajaran kudua aspek tersebut ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, sebagai kurikulum
operasional, para pengembang KTSP, di tuntut dan harus memerhatikan cirri khas
kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni
bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik. Persoalan ini penting untuk dipahami, sebab walaupun standaar
isi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi dalam operasional pembelajarannya
yang direncanakan dan dilakukan oleh guru dan pengembang kurikulum tidak
terlepas dar keadaan dan kondisi
daerah.
Ketiga, sebagai
kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah memiliki keleluasaan
dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam
mengemangkan strategi dan metode pembelajaran, dalam menentukan media
pembelajaran dan dalam menentukan evaluasi yan gdilakukan termasuk dalam
menentukan berapa kali pertemuan serta kapan suatu topic materi harus
dipelajari siswa agar kompetensi dasr yang telah ditentukan dapat tercapai.
Sebagai kurikulum operasional, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
KTSP
adalah kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari
struktur kurikulum KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik. Setiap mata pelajara yang harus dipelajari ituselain sesuai
dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat,
maka dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada
sdisiplin ilmu.
b.
KTSP
adalah kurikulum yang berorientasi pada pengemangan individu. Hal ini dapat
dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada
aktivitasa siswa untuk mencari dan menemukan sendiri matei pelajaran melalui
berbagai pendikatan dan strategi
pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran
fortopolio dan lain sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam struktur
kuikulum terdapat komponen pengembangan diri.
c.
KTSP
adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah
satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkunganya. Dengan demikian, maka KTSP
adalahkurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya
KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, social, budaya yang berbeda
masing-basing daerahnya.
d.
KTSP
merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar
kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di jabarkan pada indicator hasil
belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.
2. Penyelenggaraan
sekolah lanjutan pertama terbuka (SLTPT)
SLTPT
terbuka merupalkan sekolah menengah umum tingkat pertama yang kegiatan
belajarnya dilaksanakan sebagian besar di luar gedung sekolah. Penyampaian
pelajaran dilakukan dengan memenfaatkan berbagai media sebagai pengganti guru,
misalnya dengan menggunakan paket belajar berupa modul dan pemanfaatan media
elektronik seperti radio.
SLTPT
terbuka diselenggarakan untuk meningkatkan pemerataaan pendidikan, khususnya
bagi lulusan SD yang ingin melenjutkan pendidikannya, akan tetapi tidak dapat
merealisasikan niatnya disebbkan factor geografi, social dan ekonomi.
Cirri-ciri SLTPT terbuka adalah sebagai berikut:
a. Terbuka bagi
peserta didik tanpa pembatasan umur dan syarat-syarat akademis.
b. Terbuka
dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan jangka pendik yang bersifat praktis, incidental dan
individual (perorangan).
c. Dalam
prosees belajar mengajar bersifat terbuka yang tidak selalu harus
diselenggarakan di dalam kelas mellui tatap muka dengan guru, akan tetapi dapat
dilakukan di luar kelas sesuai dengan kesempatan masing-masing dengan belajar
melalui berbagai media, seperti fadio, media cetak, film, foto dan lai
sebagainya.
d. Peserta
didik dapat secara bebbbbas mengikuti program belajar sesuai dengan kesempatan
yang tersedia.
e. SLTP Terbuka
dikelola secara terbuka, dengan melibatkan pegawai negeri, para tokoh
masyarakat, orang tua peserta didik dan pamong pemerintah setemat.
Tujuan yang ingin dicapaaaai oleh SLTP
Terbuka adalah agar lulusan:
a. Menjadi
warga Negara yang baik sebagai manusia yang sehat, dan kuat lahir dan batin.
b. Menguasai
hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di sekolah
dasar.
c. Memiliki
bekal untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah lanjutan atas dan utuk tujuan ke
masyarakat.
d. Meningkatkan
didiplin siswa.
e. Menilai
kemajuan siswa dan memantapkan hasil pelajaran dengan media.
3. Pengajaran
melalui modul
Pengajaran melalui
odul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada di
Indonesia yang digunakan dalam berbagai penyelennggaraan pendidikn baik formal
maupun non formal.
Dalam
konkeks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang
berdiri sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu peserta didik mencapai sejumlah tujuan yang durumuskan secra khusus
dan jelas. Dalam sebuah modul durumuskan suatu unit pengajaran secra jelas, dru
mulai juruan yang harus dicpai, petunjuk pembelajaran atau rangkaian
pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi
pembelajaran sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya.
Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self instructon),
tanpa bantuan guru.
KESIMPULAN
Inovasi
dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi social tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari
bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda
atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu
bias benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut
denan invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah
ada dalam konteks social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah
discovery
Ada beberapa
masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya
otonomi daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999,
permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks.
Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah
efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.
1. Masalah
relevansi pendidikan
2. Masalah
kualitas pendidikan
3. Masalah
efektivitas dan efisiensi.
4. Masalah daya
tampung yang terbatas.
Difusi
adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk
inovasi antara warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan
menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Daftar pustaka
Rudi susilana. 2006.
Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI
Subandijah. (1993).
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Joyce, Bruce & Well, Marsha.
(1996). Models of Teaching. Englewood Clifs. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
Sukmadinata, Nana Syaodih,
(1997). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment